Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2022

MAMPU DAN MAU

  MAMPU DAN MAU Nanda Candra Kirana Silitonga   Berbicara kompetensi atau kemampuan, ada empat golongan orang : 1.       Orang yang tak mampu dan tak mau 2.       Orang yang tak mampu tapi mau 3.       Orang yang mampu tapi tak mau 4.       Orang yang mampu dan mau   Orang yang tak mampu dan tak mau Orang yang tak memiliki kemampuan umumnya seperti ini. Ia tak akan mau berbuat sesuatu karena terpenjara dalam doktrin ketidakmampuan. Jangankan mencoba, membayangkannya saja terkadang ogah. Tipikal orang seperti ini tak memiliki semangat berjuang, kalah sebelum berperang   Orang yang tak mampu tapi mau Tipikal orang yang seperti ini, tahu betul keterbatasan yang ia miliki. Ia paham bahwa butuh perjuangan lebih untuk menggapai apa yang orang lain capai. Namun orang seperti ini adalah pejuang sejati. Dia tidak akan mundur untuk menggapai mimpi. Meski gagal dia akan kembali mencoba. Orang seperti ini punya defenisi sukses sendiri.   Orang yang mampu tapi tak mau

KARENA CINTA

  KARENA CINTA Nanda Candra Kirana Silitonga   Roihuis Grembeda, begitu orang mengenalnya. Dia pria yang terkenal cukup aneh. Sayapnya hanya satu. Ketika akan terbang, dia harus melompat dari tempat yang tinggi. Gaya terbangnya sungguh sangat berbeda. Dia seperti berguling-guling di udara. Setiap pagi dia akan terbang ke arah pegunungan di utara Desa Maresdasa. Dia akan mengorek tanah pegunungan untuk membuat aliran sungai ke Desa. Tangan besinya terlihat banyak terluka. Orang-orang Maresdasa tahu alasannya melakukan itu semua. Dia begitu cinta pada pohon kenari di tengah desa. Grembeda tak ingin pohon itu mati karena kekeringan yang melanda. Kenapa dia begitu mencintainya? Pohon itu adalah Rukjihfera, wanita yang ia cinta. Rukjih dikutuk oleh Dewa Pouytreed karena bernyanyi di bawah sinar rembulan. Di bawah teduhnya Rukjih, sejak matahari akan terbenam, Grembeda beristirahat. Dia akan mengajak Rukjih berbincang. Sesekali dari batangnya Rukjih mengalir air tanda kesedihan.

DUA RUMAH

  DUA RUMAH Nanda Candra Kirana Silitonga Rumah Pertama Pembangunannya dimulai sejak cinta antara sepasang insan muncul. Mereka menikah, berkomitmen untuk hidup bersama dan mulai berusaha mengumpulkan bahan-bahan untuk rumahmu. Engkaupun hadir di rumah itu. Tinggal disna sekira Sembilan bulan lamanya.   Rumah Kedua Engkau sendiri yang menyiapkannya. Rumah itu akan gelap tanpa lentera kebajikan. Semenjak engkau tiba pada garis akil balig, ragam pernak-pernik untuk rumahmu yang sempit telah engkau siapkan. Di rumah itu, sama seperti rumah pertamamu, engkau akan sendiri bersama sepi.   Langkat, 23 Juni 2022

JUJUR YANG TIMPANG

  JUJUR YANG TIMPANG Nanda Candra Kirana Silitonga   “Abang mau jujur, Dik” Ungkap suami membuka pembicaraan. “Abang sudah nikah lagi” Lanjutnya “Baguslah, Abang jujur” Respon singkat sang istri “Adik tidak marah?” Tanya suami terlihat bingung “Tidak, Bang. Untuk apa adik marah?” Jawab sang istri datar. “Kalau tahu begini udah jujur dari lama abang, Dik” Suami terlihat senang “Besok adik gugat cerai, Abang” IUcap istri sembari beranjak pergi “Loh, tapi katanya Adik tidak marah” Suami memasang wajah cemas sambil mengejar langkah istrinya. “Atau Abang mau menceraikan aku sekarang?” Tanya istri “Kalau tahu begini, lebih baik abang tidak jujur” Ucap suami dengan nada menyesal. “Aku pergi dari sini malam ini. Biar abang bisa tinggal dengan istri baru abang disini” Ucap istri sambil memasukkan pakaian ke dalam tas. Suami masih berusaha merayu istri untuk mengurungkan niat, tapi usahanya sia-sia. Istri yang sudah selesai berkemas keluar dari rumah. Tak berselang la

ISTIMEWA BAGI MEREKA

  ISTIMEWA BAGI MEREKA Nanda Candra Kirana Silitonga Pria tua terlihat girang saat membuka bungkus plastik yang ia dapat dari tong sampah itu. Sesuai yang ia harapkan. Langkahnya terlihat semakin semangat menuju tempat kehidupan berikutnya. Ia tingting plastik itu. Ia tidak menyatukannya dengan barang-barang lain. Kembali kini wajahnya melahirkan senyum bahagia. Kali ini ia mendapatkan lagi apa yang ia harapkan. Hanya benda yang satu ini, ia gabungkan dengan benda lainnya. Ia yakin hari ini memang hari yang spesial bagi cucunya. Ia tidak sabar untuk segera pulang dan membawa dua barang istimewa itu. Pikirannya membayangkan senyum bahagia sang cucu. Lima jam sebelumnya… “Ibu, sisa bolu ulang tahun tadi malam saya buang saja ?” Tanya Iqdabasah pada majikannya “Iya, buang saja” Jawab majikannya Iqdabasah memasukkan sisa bolu yang masih berbungkus itu ke dalam kantong plastik besar. Ia membuangnya ke dalam tong sampah tepat di depan rumah majikannya.   Tujuh jam sebelumnya…

BERSAHABATLAH DENGAN KEGAGALAN

  BERSAHABATLAH DENGAN KEGAGALAN Nanda Candra Kirana Silitonga   Jangan pernah berburuk sangka pada Tuhan, bila rencana dan usaha yang dilakukan menemui kegagalan. Sebagai pribadi yang meyakini keberadaan Tuhan, seharusnya kita sampaikan sugesti ketuhanan pada hati dan pikiran bahwa hanya Tuhan yang paling tahu apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Ada kalanya kita menyukai sesuatu padahal ada keburukan yang menyertainya. Demikian pula sebaliknya, kita membenci sesuatu padahal banyak kebaikan menyertainya. Saya teringat cerita seorang teman. Dengan linangan air mata, ia bercerita bahwa ia gagal mempersunting gadis pujaannya. Padahal ia telah mempersiapkan semuanya. Hatinya begitu kecewa. Setahun kemudian ia kembali bercerita bahwa wanita pujaannya itu meninggal dunia dalam proses melahirkan. Anaknya yang masih bayi menjadi piatu.   Juga cerita temanku yang lain, yang gagal liburan ke   sebuah destinasi wisata di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Ia gagal berangkat karena saki

BAROMETER PRESTASI

  BAROMETER PRESTASI Nanda Candra Kirana Silitonga   Suatu malam sebelum beranjak tidur, eorang ayah meminta tiga orang putranya untuk   membuat catatan tentang dua hal yang ingin mereka dapatkan esok hari. Setelah ketiga putranya selesai membuat catatan, sang ayah meminta ketiga putranya untuk merealisasikan keinginan mereka besok setelah mereka bangun tidur.   Esok paginya, putra pertama segera berangkat dari rumah tanpa sarapan. Dia berpkaian sangat rapi. Dengan mengendarai sepeda motor kesayangannya. Ia pergi ke arah kota.   Putra keduanya   terlihat lebih santai, ia pergi dari rumah setelah sarapan dan menghisap sebatang rokok.   Ayah tahu, bahwa putra ketiga bangun paling awal namun sampai sekarang dia masih di rumah. Ia masih membersihkan pekarangan rumah. Sang ayah berpikir mungkin membersihkan rumah menjadi keinginan anaknya untuk hari ini.   Saat sore tiba, anak pertama dan kedua pulang. Wajah mereka terlihat senang. Sang ayah memanggil putra ketiga untu

PENGINJAK SURGA

  PENGINJAK SURGA Nanda Candra Kirana Silitonga   berat mencari ibarat yang tepat tak ada umpama yang kuat bila diandai timur ke barat tak juga mampu menyudahi debat tentang semua yang telah diperbuat   Bunda, engkau manusia penginjak surga ibarat terindah tentang arti mulia analogi bagi suci, ilustrasi bagi keteduhan hati   kini saat engkau telah tiada, Bunda akalku mengandai jika jika saja ada kesempatan kedua jika saja kedua kalinya kita bisa jika bisa jika itu ada tentu jejak jika akan ku kejar, Bunda agar aku bisa kembali melukis bakti   Langkat, 10 Juni 2022

HARAPAN

  HARAPAN “Anakmu paling besar kuliah kedokteran kan, Fif?” Aku arahkan wajahku pada sumber tanya itu. “Iya” Jawabku singkat. “Putri bungsumu juga kan?” Kini suara lain ikut bertanya. “Iya” Jawabku lagi “Kamu enak, punya anak-anak yang bakal jadi orang sukses” Suara pertama kembali bergeming. “Kalau aku malah mengikut jejak anakku. Ha…ha…ha…” Timpal suara ketiga sambil tertawa paksa. “Pak Afif, ada tamu yang mau bertemu” Suara itu menghentikan perbincangan kami. Aku berdiri dan melangkah mengikuti pria itu. *** Aku kembali. Suara-suara yang tadi mengintrogasi terlihat heran dengan hujan yang menghiasi wajahku. “Ada apa, Fif?” Suara terdekat denganku bertanya. “Istri dan anak-anakku mati bunuh diri” Ucapku sambil mengemas beberapa barang ke dalam ransel. Aku akan dibawa oleh petugas tipikor dan polisi untuk pulang. Suara-suara yang tadi nyaring, kini terlihat lembut memberi rasa turut larut dalam rasa yang sama. Suara-suara ini adalah teman-temanku yang terje

MENULIS KARENA JATUH CINTA PADA “PUISI MBLING”

Gambar
  MENULIS KARENA JATUH CINTA PADA “PUISI MBLING ” Nanda Candra Kirana Silitonga   Saya sangat setuju dengan ungkapan, “Penulis yang baik adalah pembaca yang baik”. Sebab, saya pribadi tertarik untuk menulis karena membaca. Saya sangat suka membaca karya-karya sastra. Itu pulalah yang menstimulus untuk menulis. Pada awal belajar menulis, saya berusaha untuk melahirkan tulisan yang sama persis dengan beberapa karya yang sangat saya gandrungi. Sebut saja puisi-puisi Taufik Ismail, Gus Sholeh, dan Remy Sylado. Untuk Taufik Ismail dan Gus Sholeh, nuansa relijius sering saya temukan walau banyak juga karya mereka yang bernuansa sosial. Pada karya kedua maestro ini, saya sebagai alumnus pondok pesantren menemukan wadah untuk mengilustrasikan rasa dan pemikiran. Dengan membaca karya m,ereka saya semakin berani dan tenggelam dalam dekapan cinta puisi-puisi Jalaludin Rumi. Saat duduk di bangku kuliah, saya kembali jatuh hati pada karya sastra nyentrik; puisi-puisi karya Remy Sylado.

MAAF DARI RUNDAYANI

  MAAF DARI RUNDAYANI Nanda Candra Kirana Silitonga   Ruqos menatap kepergian Rundayani. Air matanya masih terus jatuh. Putrinya menggenggam erat tangannya.   “Kita nggak ikut ibu, Ayah?” Tanya putrinya yang menangis keras. **** “Aku hanya menagih janjimu, Bang” Ujar Rundayani bernada tinggi.   “Bersabarlah, Dik. Aku pasti penuhi janjiku” Jawab Ruqos sambil masih berbaring sambil sesekali menghisap rokok.   Rundayani kembali ke dapur. Ia lanjutkan merebus ubi yang ia pinta dari tetangga. Sudah hampir sebulan hanya ubi yang menjadi hidangan meja makan.   “Ubi lagi, Bu?” Putri kecilnya duduk di samping Rundayani yang sedang meniup perapian.   “Iya, Nak. Ndak apa-apa kan?” Ucap Rundayani sambil tersenyum berat. **** “Kalau memang abang tak mau mencari pekerjaan. Biar aku saja yang pergi, Bang” Rundayani menatap tajam suaminya.   Ruqos hanya terdiam sambil terus memejamkan mata. Tapi Rundayani tahu kalau dia tidak tidur.   Kali ini Rundayani berge

BERBAGI

  BERBAGI   Bertambah, membuatmu senang. Senyum terukir indah memberi kesan. Menutup ragam letih yang kemarin mudah terpandang. Tambah menjadi lambang perkembangan. Ia menjadi arah paling terang untuk bukti sebuah kemajuan.   Berkali cara pandangmu coba diluruskan, tentang arti bilangan dalam hidup, bahwa satu cabang bisa memiliki ragam kelipatan. Bisa pula dalam hidup, jutaan menjadi fana bila dikalikan dengan niat hampa; niat tanpa landasan ketuhanan.   Berkurang, menjadi ihwal yang paling engaku takutkan. Terlebih bila kekurangan itu terkait hal yang engkau miliki; umur berkurang, sehat berkurang, harta berkurang dan warasmu berkurang. Dalam benak yang cuma sepetak, kurang engkau tafsir sebagai kegagalan, kelemahan, kemunduran dan juga kehancuran. Engkau menjadi fobia kurang. Kurang mengurungmu dalam karung karang, mengarang kidung palsu bagi keihklasan.   Berbagi bagimu adalah Kampung Penari yang menakutkan. Ia seperti saudara kandung “kurang”, menyesakkan dadamu bi