MENULIS SEBAGAI SEBUAH KOMPETENSI

 


 

MENULIS SEBAGAI SEBUAH KOMPETENSI

Oleh : Nanda Candra Kirana

Kemajuan peradaban manusia membawa konsekuensi bahwa tiap pribadi harus memiliki kompetensi guna menjaga ekistensi. Beragam kompetensi yang bisa dipilih untuk dikuasai. Banyak metode yang disaji sebagai langkah agar kompetensi yang dinginkan mudah dijinakkan.

 Kompetensi adalah bagian dari jati diri dan modal bagi seseorang untuk turus mampu berrdiri dalam kompetisi yang menuntut tiap peserta menjadi orang-orang yang mumpuni. Kompetisi akan mengeleminasi mereka yang hanya berani namun tak mumpuni, yang bernyali namun tak memberi arti.

 

 

Seperti mimpi, kompetensi tak akan dimiliki bila hanya bermodal keinginan tanpa usaha untuk mewujudkan. Seseorang yang sudah memilih, harus mengatur strategi; rencana dan tindak lanjut dalam bentuk kegiatan dan latihan.

Menulis adalah satu dari beragam kompetensi yang bisa dimiliki. Kompetensi ini termasuk kompetensi yang bergengsi. Menulis sebagai sebuah kegiatan yang melahirkan tulisan, memiliki banyak akitan denagn abnyak sendi kehidupan.

Terlebih seperti saat ini; dimana informasi menjadi konsumsi wajib bagi hampir tiap orang, mereka yang memiliki kemampuan menulis akan mendapatkan perhatian lebih.

Konsumsi informasi yang berbasis tulisan membuka dunia yang indah bagi pra penulis. Menulis bagi sebagian orang bahkan menjadi pekerjaan yang membuat mereka menjadi jutawan.

Sebut saja, J.K. Rowling penulis novel fiksi Harry Potter: Penulis yang bergelut pada dunia kepenulisan fiksi. Dia meraup banyak keuntungan dari karya tulisnya. Sebagai penulis sukses tentunya ia juga memiliki proses panjang dalam upaya menguasai kompetensi itu. Dia bersama ragam masalah dan rintangan yang ia hadapi sampai-sampai pernah ingin bunuh diri.

Saat naskah Harry Potter and the Philosopher's Stone diselesaikan, Rowling menyerahkannya kepada agen-agen sastra. Jika seorang agen gak mengirimkan kembali kepadanya, dia terpaksa harus mencari yang lain. Tapi bagian terburuknya adalah dia selalu menerima surat penolakan. Kondisi ini bisa saja akhir dari perjalanan hidup Joanne Rowling jika ia menyerah pada titik ini, namun Rowling gak berhenti disitu, ia sudah bekerja keras dan mengorbankan terlalu banyak waktu dan tenaganya untuk menulis novel tersebut.

Dia terus mengirim surat permintaan ke agen, berharap mereka akan tertarik untuk melihat lebih banyak naskah itu. Rowling tetap bersikeras, karena dia tahu ceritanya itu termasuk cerita anak-anak. Dalam sebuah wawancara video di The Elephant House, Rowling menggambarkan Harry Potter sebagai cerita yang sangat klasik. "Novel ini memiliki beberapa elemen klasik, seperti seorang anak kecil yang memiliki kekuatan yang gak dimiliki anak lain, saya pikir itu adalah fantasi yang sangat umum untuk anak-anak. Dia datang dari latar belakang yang buruk, melarikan diri dari keluarga asuhnya, dan saya kira itu adalah fantasi abadi, bisa pergi ke tempat di mana gak ada seseorang yang mengendalikannya." Awalnya Rowling gak kepikiran kalau ceritanya itu akan disukai orang dewasa juga, karena memang awalnya dia menulis novel itu untuk anak-anak.

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MODA DARING LAGI UNTUK KELAS 7 MTsN 1 LANGKAT

DARI PTK KE MEDIA CETAK