KETIKA KATA MENJADI SENJATA


KETIKA KATA MENJADI SENJATA

Oleh: Nanda Candra Kirana

 

Bahasa sebagai alat komunikasi ternyata membutuhkan keahlian dalam menyampaikannya. Bahasa baik dalam bentuk lisan amupun tulisan, membutuhkan kecakapan yang baik agar pesan yang ingin disampaiakn dapat terpenuhi dengan baik pula.

 

Sejarah telah membuktikan bahwa orang-orang yang ahli dalam merngkai kata ketika berbicara, mampu mempengaruhi masyarakat untuk bertindak. Presiden Soekarno misalnya, keahlian beliau beretorika mampu membakar semnagat masyarakat Indonesia dalam banyak hal.

Masih banyak lagi contoh lain yang menjadikan kata yang mereka ucapkan m,enjadi senjata pamungkas dalam melakukan perlawanan atau berbuat perubahan.

Hampir sama dengan kemahiran lisan, kemahiran tulisan juga sangat mampu mempengaruhi banyak orang. Teori-teori orang cerdas mampu membuat banyak perubahan di dunia.Sebut saja Karl Marx dengan karyanya Das Kapital, mampu memberi warna pada tatanan kehidupan dunia sampai saat ini.

Maka benar istilah yang menyatakan bahwa kata yang tepat bila disampaiakn orang yang tepat pada waktu dan kondisi yang tepat akan memberi banyak manfaat. Begitulah hebatnya kata-kata. Bahkan kata mampu menjadi sebab terjadinya konflik. Sering kita dengar tawuran atau konflik antar kampung terjadi hanya karena ejek-mengejek.

Mengutip dari mobil88.astra.co.id, berikut ini gambaran bagaimana kata mempengaruhi otak kita.

Jika kepala Anda dipindai dengan MRI saat sebuah kata "TIDAK" diperlihatkan pada Anda selama kurang dari satu detik, maka MRI akan merekam adanya pelepasan hormone stres dan neurotransmitter. Bahan kimia ini segera mengganggu fungsi normal dari otak, sehingga menimbulkan gangguan logika, alasan, pengolahan bahasa, dan komunikasi.

Bahkan, hanya melihat daftar kata-kata negatif seperti ‘kemiskinan’, ‘penyakit’, atau ‘kematian’ selama beberapa detik dapat membuat orang menjadi sangat cemas atau depresi. Dan semakin Anda memikirkannya, semakin besar kemungkinan timbul gangguan pada struktur kunci yang mengatur memori, perasaan, dan emosi yang dapat mengganggu tidur, nafsu makan, dan kebahagiaan jangka panjang Anda.

Hal ini akan menjadi lebih parah jika Anda mengucapkan kata-kata negative tersebut. Hormon stres akan semakin banyak dilepas, tidak hanya di otak Anda, tetapi juga di otak pendengar Anda. Pendengar akan mengalami kecemasan dan mudah tersinggung, sehingga bisa melemahkan kepercayaan. Bahkan hanya berada di sekitar orang-orang yang memancarkan energi negatif akan membuat Anda lebih berprasangka terhadap orang lain.

Anehnya, otak dan perasaan kita tampaknya memang didesain untuk mudah khawatir. Karena bagaimanapun juga rasa khawatir merupakan reaksi alami untuk mengantisipasi adanya ketaknyamanan atas diri kita. Untuk menanggulangi rasa khawatir yang berlebihan, pertama, tanyakan pada diri: "Apakah situasi ini benar-benar ancaman bagi kelangsungan hidup pribadi saya?" Dan semakin cepat Anda dapat menghentikan rasa khawatir itu, semakin cepat Anda dapat mengambil tindakan untuk memecahkan masalah. Selain itu juga akan mengurangi kemungkinan tertanamnya memori negatif secara permanen ke dalam otak.

Setelah Anda berhasil mengidentifikasi pikiran negatif, Anda bisa membingkai ulang dengan memilih untuk fokus pada kata-kata dan gambar imajinasi yang positif. Hasilnya, kecemasan, depresi, dan jumlah pikiran negative dari alam bawah sadar Anda akan berkurang.

Menurut Barbara Fredrickson, salah satu pendiri lembaga riset psikologi di Amerika, Positive Psychology, kita perlu menghasilkan setidaknya tiga pikiran dan perasaan positif untuk setiap ekspresi negatif. Bahkan tak masalah jika pikiran positif Anda sebenarnya tidak rasional. Pikiran tersebut masih akan meningkatkan kebahagiaan, kesejahteraan, dan kepuasan hidup. Karena berpikir positif dapat membantu kita untuk membangun sikap yang lebih baik dan lebih optimis terhadap kehidupan.

Adapun langkah penting yang bisa diambil: pilihlah setiap kata yang akan Anda ucapkan dengan bijaksana dan ucapkan dengan perlahan-lahan. Ini akan memungkinkan Anda terhindar dari kecenderungan otak berpikir negative. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pengulangan kata-kata positif seperti ‘cinta’, ‘perdamaian’, dan ‘kasih sayang’ akan mengaktifkan gen tertentu yang mampu menurunkan stres fisik dan emosional. Anda akan merasa lebih baik, Anda akan hidup lebih lama, dan Anda akan membangun hubungan yang lebih dalam dan lebih percaya dengan orang lain, baik di rumah maupun di tempat kerja.

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BELAJAR BAHASA INGGRIS DENGAN MODA DARING LAGI UNTUK KELAS 7 MTsN 1 LANGKAT

DARI PTK KE MEDIA CETAK